Senin, 24 Desember 2012


PEMANFAATAN BIOGAS DARI LIMBAH PETERNAKAN

PENDAHULUAN
            Kebutuhan akan energy bagi manusia saat ini sangat meningkat. Tidak dipungkiri lagi bahwa kebutuhan energi tersebut tidak akan mungkin tersedia ada dari minyak bumi dan batubara saja. Karena dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin banyak kebutuhan akan bahan bakar minyak, sedangkan ketersediaan minyak bumi semakin habis.
            Salah satu alternative untuk mengurangi kebutuhan minyak bumi kita dapat memanfaatkan kotoran hewan utnuk diubah menjadi sumber energy biogas. Potensi biogas yang cukup strategis perlu didorong dan dikembangkan terutama di masyarakat pedesaan.
            Pengelolaan biogas akan dapat membantu pemerintahan dalam hal:
1.      Penyediaan energy alternative terbarukan.
2.      Penyediaan pupuk organic yang bermutu dan siap pakai.
3.      Membantu dalam hal memperlambat laju pemanasan global.
4.      Menjadi stimulus bagi peternak dalam upaya peningkatan populasi ternak.

MENGENAL BIOGAS
            Biogas adalah salah satu sumber energy terbarukan yang dapat menjawab kebutuhan energy alternative dan menghasilkan pupuk organic sebagai hasil samping. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organic oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Untuk memproduksi biogas diperlukan reactor biogas yang meupakan suatu instalasi yang kedap usara, sehingga proses dekomposisi bahan organic (kotoran ternak) dapat berjalan secara optimum. Rektor biogas dapat emngurangi emisi gas metana (CHA) yang merupakan salah satu GRK.
            Gas metana termasuk gas yang menimbulkan efek gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida (CO2).

Biogas merupakan campuran dari berbagai gas seperti:
CHA (metana)              : 50 – 60 %
CO2                             : 30 -40 %
H2S, N2, O2, dan H2    : 1 -2 %
            Sumber bahan baku biogas yang utama berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.

Kesetaraan biogas dengan sumber energy lain, 1 m3 biogas setara dengan:
·         LPG                     : 0,45 kg
·         Minyak Tanah      : 0, 62 liter
·         Minyak solar        : 0,52 liter
·         Bensin                  : 0,80 liter
·         Kayu bakar          : 3,50 kg

MANFAAT
            Dengan memanfaatkan gas limbah peternakan dapat memperoleh manfaat:
1.  Membantu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang bermanfaat dalam memperlambat laju pemanasan global.
2.  Menghemat pengeluaran masyarakat dengan memanfaatkan biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah/kayu bakar untuk memasak dan dapat digunakan sebagai pembangkit listrik.
3.  Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan dihasilkannya pupuk organic yang berkualitas atau menghemat biaya pembelian pupuk bagi yang memerlukan.
4.      Pemakaian kayu dan bahan bakar minyak tanah akan berkurang.
5.      Meringankan beban keuangan Negara, karena subsidi BBM minyak tanah dan pupuk berkurang.
6.      Mewujudkan peternakan yang bersih dan mengurangi pencemaran lingkungan.
7.      Membuka lapangan pekerjaan baru.

CARA OPERASIONAL BIOGAS


1.      Siapkan kotoran ternak yang masih baru (2 – 3 hari).
2.   Aduk dan campur air dengan perbandingan 1 kotoran : 2 air dan kemudian dimasukkan ke dalam reactor biogas.
3.      Pengisian dilakukan melalui saluran pemasukan (inlet) secara terus menerus hingga reactor biogas penuh atau terisi 60% dari kapasitas volume biodigester, sehingga bila diisi kotoran akan mengalir ke saluran pengelolaan (outlet).
4.      Setelah penuh, didiamkan selama 13 - 20 hari dengan posisi kran gas control dan kran gas pengeluaran yang tersalur ke kompor dalam keadaan tertutup, dengan tujuan agar fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob.
5.      Hasil dari proses fermentasi akan terlihat pada hari ke 14 – 21 dan masanya biogas (gas metan/CHA) sudah terkumpul pada bagian atap kubah reactor biogas dan siap digunakan untuk memasak (kompor) atau lampu penerangan dab sebagai bahan bakar generator listrik.
6.      Dengan pemakaian kompor yang baik, bisa dihasilkan bahan bakar yang bersih, tidak berasap, dan nyala api biru.
7.      Selama biogas dipakai setiap hari, jumlah biogas dalam reactor biogas akan berkurang, maka untuk itu pengisian kotoran sapi segar yang dicampur air ke dalam reactor biogas dilakukan setiap hari, dengan tujuan untuk menstabilkan jumlah produksi biogas.
8.      Hindari adanya pemasukan air diterjen atau air sabun ke dalam reactor biogas.


Sumber: Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar

PENGENALAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA CABAI
(Capsicum annum L)

PENDAHULUAN
            Upaya pengamanan produksi cabai (Capsicum annum L) secara kuantitas maupun kualitas di Bali dihadapkan berbagai masalah, baik teknis maupun non teknik. Salah satu masalah adalah adanya serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang bisa terjadi mulai dari persemaian sampai pasca panen. Diantara OPT utama yang sering menimbulkan kerugian pada usaha tani cabai aladah dari serangan penyakit dengan pathogen dari golongan virus.
            Berikut ini disampaikan uraian beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditemukan menyerang tanaman cabai dan cara pengendaliannya.

1.        Penyakit Virus Kuning
Penyebab
      Geminivirus “TYLCV”
      (Tomato Yellow Leaf Curl Virus)

Vektor
      Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
     Kutu Kebul dapat menularkan geminivirus secara persisten (tetap; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan). Penyakit tidak ditularkan melalui biji, tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan.

Gejala
     Helai daun mengalami “vein clearing” dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.

Tanaman Inang
     Tomat, tembakau, gulma babdotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).

Pengendalian
·      Mengendalikan vektor virus (Kutu Kebul).
·      Pemupukan berimbang.
·      Menanam varietas yang agak tahan.
·      Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
·      Melakukan sanitasi lingkungan terutama mengendalikan gulma/tanaman inang virus.
·      Penggunaan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi serangga pengisap daun.
·      Eradikasi tanaman sakit.

Gambar 1. Gejala Serangan Virus Kuning pada Cabai


2.        Penyakit Virus Mozaik Keriting
Penyebab
            PVY (Potato Virus Y) atau
            CMV (Cucumber Mosaic Virus) atau
            TMY (Tobacco Mosaic Virus)

Vektor
            Kutu daun persik (Myzus persicae) dan Aphis gossypii

Gejala Serangan
     Daun tanaman ynag terserang mosaic berwarna belang antara hijau tua dan hijau muda. Kadang-kadang disertai dengan perubahan bentuk daun (cekung, keriting, atau memanjang). Serangan salah satu starin CMV sering menyebabkan bentuk daun menyempit seperti rambut atau bercak berpola daun Oak pada buah dan pada daun, atau mosaic klorosis. Jika menyerang tanaman muda, pertumbuhan tanaman terhambat dan akhirnya mati.

Tanaman Inang
            Tomat, tembakau, mentimun, kentang, gulma berdaun lebar.
Pengendalian
·       Mengendalikan vektor virus Aphis spp.
·       Pemupukan berimbang.
·       Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus).
·       Melakukan rotasi/pergiliran tanaman dengan tanaman bukan dari inang virus (terutama bukan dari family solanaceae seperti tomat, kentang, tembakau, dan mentimun).
·       Melakukan sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan tumbuhan pengganggu/gulma yang dapat menjadi tanaman inang virus.
·       Menggunakan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi serangga pengisap daun.
·       Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman yang sehat.

Gambar 2. Gejala Serangan Virus Mozaik pada Cabai

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2011

Rabu, 19 Desember 2012


PENGENALAN DAN PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI


PENDAHULUAN
            Hama penggerek batang padi dapat dibedakan menjadi 3 kelompok spesies yaitu: spesies Scirpophaga, Chilo, dan Sesamia. Spesies yang paling dominan menyerang tanaman padi di Indonesia adalah Scirpophaga incertulas dan Scirpophaga innotata.
            Spesies yang umum dijumpai di Bali adalah: Scirpophaga incertulas atau penggerek batang padi kuning.
            Upaya pengendalian yang dilakukan petani biasanya setelah terjadi serangan dan tindakan ini sebenarnya sudah terlambat, karena itu perlu pengenalan dan pemahaman tentang pola perkembangan hama tersebut.

1.        Biologi Hama Penggerek Batang Padi
            Serangga dewasa sangat tertarik dengan cahaya lampu pada malam hari. Imago hama penggerek batang padi aktif pada malam hari dan terbang ke sawah untuk meletakkan telur. Serangga betina mampu meletakkan telur sebanyak 200 - 2000 butir selama hidupnya. Kelompok telur biasanya diletakkan di bawah permukaan daun dekat ujung daun. Kelompok telur berbentuk seperti gundukan kecil yang ditutupi dengan rambut-rambut coklat mengkilat seperti sutra dan lunak yang berasal dari rambut-rambut ujung belakang ngengat betina. Fase telur penggerek batang padi berkisar selama satu minggu.

Gambar 1. Telur Penggerek Batang Padi

            Larva yang baru menetas bergerak ke bawah dengan menggantungkan tubuhnya dengan benang sutera pada daun padi dan larva muda memakan daun atau seludang daun. Larva-larva instar selanjutnya masuk ke dalam batang dab makan pada bagian dalam di dekat pangkal/titik tumbuh. Larva instar terakhir di dalam batang dapat bergerak turun ke bawah tanah untuk berdiapause bila keadaan tidak menguntungkan.

Gambar 2. Kupu-kupu dan Larva penggerek Batang Padi Kuning

            Pupa penggerek batang padi biasanya ditemukan pada pangkal tanaman, bila pada waktu panen tanaman tidak dipotong hingga dekat dengan tanah, pupa penggerek batang padi akan tetap tinggal di dalam batang tanaman.
            Serangga dewasa penggerek batang padi kuning, berwarna sedikit kekuningan atau kecoklatan dengan bercak hitam pada sayap depannya. Ukuran ngengat bervariasi dengan ukuran panjang rata-rata dengan sayap melipat antara 1,5 – 2 cm. Ngengat dewasa bisanya tinggal diam di sawah pada pagi hari dan siang hari. Pada malam hari ngengat lebih aktif dan mudah tertarik pada cahaya lampu.

2.        Gejala Serangan Penggerek Batang
            Penggerek batang padi melubangi tanaman selama memakan bagian dalam tanaman, penggerek batang padi dapat mengakibatkan matinya bagian atas tanaman. Apabila bagian atas tanaman mulai mati, bagian ujung daun atau malai akan berubah menjadi kuning kemudian berubah menjadi putih sedangkan daunnya berubah menjadi coklat. Daun-daun yang mati pada stadia vegetatif tersebut dinamakan “sundep”, sedangkan kematian malai disebut “Beluk”.



Gambar 3. Gejala Sundep dan Gejala Beluk

            Untuk membedakan kerusakan daun-daun malai oleh penggerek batang padi dengan menguningnya tanaman akbat serangan penyakit atau serangan lainnya. tariklah daun yang menguning atau malai yang mati, jika daun atau malai lepas dari batangnya dengan mudah dan ujung bagian bawah berwarna gelap, maka kemungkinan besar batang padi sudah dirusak oleh penggerek batang. Kerusakan oleh penggerek batang padi biasanya menyebar di petak sawah.

3.        Pengendalian
            Upaya pengendalian penggerek batang padi tetap berpedoman pada prinsip-prinsip PHT antara lain:
(a)    Pencegahan serangan didasarkan pada 2 (dua) prinsip:
      Pertama, menekan populasi penggerek batang padi secara menyeluruh di areal pertanaman yaitu dengan cara memindahkan jerami dan sisa pembajakan atau tunggul-tunggul tanaman. Cara ini akan membunuh larva dan pupa dipertanaman pada ngengat dewasa yang akan muncul di musim tanam berikutnya.
      Kedua, melindungi dan melestarikan musuh alami dengan mengurangi penggunaan pestisida sintetik secara bijaksana.
(b)   Cara bercocok tanam yang baik seperti aplikasi pemupukan yang tepat, penanaman varietas yang memiliki banyak anakan.
(c)    Penggunaan insektisida dilakukan secara bijaksana sesuai dengan prinsip 6 tepat yaitu: tepat jenis, tepat mutu, tepat sasaran (komoditi, OPT), tepat dosis/konsentrasi, tepat waktu, tepat alat, dan cara aplikasi.

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali