Senin, 24 Desember 2012


PEMANFAATAN BIOGAS DARI LIMBAH PETERNAKAN

PENDAHULUAN
            Kebutuhan akan energy bagi manusia saat ini sangat meningkat. Tidak dipungkiri lagi bahwa kebutuhan energi tersebut tidak akan mungkin tersedia ada dari minyak bumi dan batubara saja. Karena dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin banyak kebutuhan akan bahan bakar minyak, sedangkan ketersediaan minyak bumi semakin habis.
            Salah satu alternative untuk mengurangi kebutuhan minyak bumi kita dapat memanfaatkan kotoran hewan utnuk diubah menjadi sumber energy biogas. Potensi biogas yang cukup strategis perlu didorong dan dikembangkan terutama di masyarakat pedesaan.
            Pengelolaan biogas akan dapat membantu pemerintahan dalam hal:
1.      Penyediaan energy alternative terbarukan.
2.      Penyediaan pupuk organic yang bermutu dan siap pakai.
3.      Membantu dalam hal memperlambat laju pemanasan global.
4.      Menjadi stimulus bagi peternak dalam upaya peningkatan populasi ternak.

MENGENAL BIOGAS
            Biogas adalah salah satu sumber energy terbarukan yang dapat menjawab kebutuhan energy alternative dan menghasilkan pupuk organic sebagai hasil samping. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organic oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Untuk memproduksi biogas diperlukan reactor biogas yang meupakan suatu instalasi yang kedap usara, sehingga proses dekomposisi bahan organic (kotoran ternak) dapat berjalan secara optimum. Rektor biogas dapat emngurangi emisi gas metana (CHA) yang merupakan salah satu GRK.
            Gas metana termasuk gas yang menimbulkan efek gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida (CO2).

Biogas merupakan campuran dari berbagai gas seperti:
CHA (metana)              : 50 – 60 %
CO2                             : 30 -40 %
H2S, N2, O2, dan H2    : 1 -2 %
            Sumber bahan baku biogas yang utama berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.

Kesetaraan biogas dengan sumber energy lain, 1 m3 biogas setara dengan:
·         LPG                     : 0,45 kg
·         Minyak Tanah      : 0, 62 liter
·         Minyak solar        : 0,52 liter
·         Bensin                  : 0,80 liter
·         Kayu bakar          : 3,50 kg

MANFAAT
            Dengan memanfaatkan gas limbah peternakan dapat memperoleh manfaat:
1.  Membantu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang bermanfaat dalam memperlambat laju pemanasan global.
2.  Menghemat pengeluaran masyarakat dengan memanfaatkan biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah/kayu bakar untuk memasak dan dapat digunakan sebagai pembangkit listrik.
3.  Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan dihasilkannya pupuk organic yang berkualitas atau menghemat biaya pembelian pupuk bagi yang memerlukan.
4.      Pemakaian kayu dan bahan bakar minyak tanah akan berkurang.
5.      Meringankan beban keuangan Negara, karena subsidi BBM minyak tanah dan pupuk berkurang.
6.      Mewujudkan peternakan yang bersih dan mengurangi pencemaran lingkungan.
7.      Membuka lapangan pekerjaan baru.

CARA OPERASIONAL BIOGAS


1.      Siapkan kotoran ternak yang masih baru (2 – 3 hari).
2.   Aduk dan campur air dengan perbandingan 1 kotoran : 2 air dan kemudian dimasukkan ke dalam reactor biogas.
3.      Pengisian dilakukan melalui saluran pemasukan (inlet) secara terus menerus hingga reactor biogas penuh atau terisi 60% dari kapasitas volume biodigester, sehingga bila diisi kotoran akan mengalir ke saluran pengelolaan (outlet).
4.      Setelah penuh, didiamkan selama 13 - 20 hari dengan posisi kran gas control dan kran gas pengeluaran yang tersalur ke kompor dalam keadaan tertutup, dengan tujuan agar fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob.
5.      Hasil dari proses fermentasi akan terlihat pada hari ke 14 – 21 dan masanya biogas (gas metan/CHA) sudah terkumpul pada bagian atap kubah reactor biogas dan siap digunakan untuk memasak (kompor) atau lampu penerangan dab sebagai bahan bakar generator listrik.
6.      Dengan pemakaian kompor yang baik, bisa dihasilkan bahan bakar yang bersih, tidak berasap, dan nyala api biru.
7.      Selama biogas dipakai setiap hari, jumlah biogas dalam reactor biogas akan berkurang, maka untuk itu pengisian kotoran sapi segar yang dicampur air ke dalam reactor biogas dilakukan setiap hari, dengan tujuan untuk menstabilkan jumlah produksi biogas.
8.      Hindari adanya pemasukan air diterjen atau air sabun ke dalam reactor biogas.


Sumber: Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar

PENGENALAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA CABAI
(Capsicum annum L)

PENDAHULUAN
            Upaya pengamanan produksi cabai (Capsicum annum L) secara kuantitas maupun kualitas di Bali dihadapkan berbagai masalah, baik teknis maupun non teknik. Salah satu masalah adalah adanya serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang bisa terjadi mulai dari persemaian sampai pasca panen. Diantara OPT utama yang sering menimbulkan kerugian pada usaha tani cabai aladah dari serangan penyakit dengan pathogen dari golongan virus.
            Berikut ini disampaikan uraian beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditemukan menyerang tanaman cabai dan cara pengendaliannya.

1.        Penyakit Virus Kuning
Penyebab
      Geminivirus “TYLCV”
      (Tomato Yellow Leaf Curl Virus)

Vektor
      Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
     Kutu Kebul dapat menularkan geminivirus secara persisten (tetap; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan). Penyakit tidak ditularkan melalui biji, tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan.

Gejala
     Helai daun mengalami “vein clearing” dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.

Tanaman Inang
     Tomat, tembakau, gulma babdotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).

Pengendalian
·      Mengendalikan vektor virus (Kutu Kebul).
·      Pemupukan berimbang.
·      Menanam varietas yang agak tahan.
·      Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
·      Melakukan sanitasi lingkungan terutama mengendalikan gulma/tanaman inang virus.
·      Penggunaan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi serangga pengisap daun.
·      Eradikasi tanaman sakit.

Gambar 1. Gejala Serangan Virus Kuning pada Cabai


2.        Penyakit Virus Mozaik Keriting
Penyebab
            PVY (Potato Virus Y) atau
            CMV (Cucumber Mosaic Virus) atau
            TMY (Tobacco Mosaic Virus)

Vektor
            Kutu daun persik (Myzus persicae) dan Aphis gossypii

Gejala Serangan
     Daun tanaman ynag terserang mosaic berwarna belang antara hijau tua dan hijau muda. Kadang-kadang disertai dengan perubahan bentuk daun (cekung, keriting, atau memanjang). Serangan salah satu starin CMV sering menyebabkan bentuk daun menyempit seperti rambut atau bercak berpola daun Oak pada buah dan pada daun, atau mosaic klorosis. Jika menyerang tanaman muda, pertumbuhan tanaman terhambat dan akhirnya mati.

Tanaman Inang
            Tomat, tembakau, mentimun, kentang, gulma berdaun lebar.
Pengendalian
·       Mengendalikan vektor virus Aphis spp.
·       Pemupukan berimbang.
·       Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus).
·       Melakukan rotasi/pergiliran tanaman dengan tanaman bukan dari inang virus (terutama bukan dari family solanaceae seperti tomat, kentang, tembakau, dan mentimun).
·       Melakukan sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan tumbuhan pengganggu/gulma yang dapat menjadi tanaman inang virus.
·       Menggunakan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi serangga pengisap daun.
·       Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman yang sehat.

Gambar 2. Gejala Serangan Virus Mozaik pada Cabai

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2011

Rabu, 19 Desember 2012


PENGENALAN DAN PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI


PENDAHULUAN
            Hama penggerek batang padi dapat dibedakan menjadi 3 kelompok spesies yaitu: spesies Scirpophaga, Chilo, dan Sesamia. Spesies yang paling dominan menyerang tanaman padi di Indonesia adalah Scirpophaga incertulas dan Scirpophaga innotata.
            Spesies yang umum dijumpai di Bali adalah: Scirpophaga incertulas atau penggerek batang padi kuning.
            Upaya pengendalian yang dilakukan petani biasanya setelah terjadi serangan dan tindakan ini sebenarnya sudah terlambat, karena itu perlu pengenalan dan pemahaman tentang pola perkembangan hama tersebut.

1.        Biologi Hama Penggerek Batang Padi
            Serangga dewasa sangat tertarik dengan cahaya lampu pada malam hari. Imago hama penggerek batang padi aktif pada malam hari dan terbang ke sawah untuk meletakkan telur. Serangga betina mampu meletakkan telur sebanyak 200 - 2000 butir selama hidupnya. Kelompok telur biasanya diletakkan di bawah permukaan daun dekat ujung daun. Kelompok telur berbentuk seperti gundukan kecil yang ditutupi dengan rambut-rambut coklat mengkilat seperti sutra dan lunak yang berasal dari rambut-rambut ujung belakang ngengat betina. Fase telur penggerek batang padi berkisar selama satu minggu.

Gambar 1. Telur Penggerek Batang Padi

            Larva yang baru menetas bergerak ke bawah dengan menggantungkan tubuhnya dengan benang sutera pada daun padi dan larva muda memakan daun atau seludang daun. Larva-larva instar selanjutnya masuk ke dalam batang dab makan pada bagian dalam di dekat pangkal/titik tumbuh. Larva instar terakhir di dalam batang dapat bergerak turun ke bawah tanah untuk berdiapause bila keadaan tidak menguntungkan.

Gambar 2. Kupu-kupu dan Larva penggerek Batang Padi Kuning

            Pupa penggerek batang padi biasanya ditemukan pada pangkal tanaman, bila pada waktu panen tanaman tidak dipotong hingga dekat dengan tanah, pupa penggerek batang padi akan tetap tinggal di dalam batang tanaman.
            Serangga dewasa penggerek batang padi kuning, berwarna sedikit kekuningan atau kecoklatan dengan bercak hitam pada sayap depannya. Ukuran ngengat bervariasi dengan ukuran panjang rata-rata dengan sayap melipat antara 1,5 – 2 cm. Ngengat dewasa bisanya tinggal diam di sawah pada pagi hari dan siang hari. Pada malam hari ngengat lebih aktif dan mudah tertarik pada cahaya lampu.

2.        Gejala Serangan Penggerek Batang
            Penggerek batang padi melubangi tanaman selama memakan bagian dalam tanaman, penggerek batang padi dapat mengakibatkan matinya bagian atas tanaman. Apabila bagian atas tanaman mulai mati, bagian ujung daun atau malai akan berubah menjadi kuning kemudian berubah menjadi putih sedangkan daunnya berubah menjadi coklat. Daun-daun yang mati pada stadia vegetatif tersebut dinamakan “sundep”, sedangkan kematian malai disebut “Beluk”.



Gambar 3. Gejala Sundep dan Gejala Beluk

            Untuk membedakan kerusakan daun-daun malai oleh penggerek batang padi dengan menguningnya tanaman akbat serangan penyakit atau serangan lainnya. tariklah daun yang menguning atau malai yang mati, jika daun atau malai lepas dari batangnya dengan mudah dan ujung bagian bawah berwarna gelap, maka kemungkinan besar batang padi sudah dirusak oleh penggerek batang. Kerusakan oleh penggerek batang padi biasanya menyebar di petak sawah.

3.        Pengendalian
            Upaya pengendalian penggerek batang padi tetap berpedoman pada prinsip-prinsip PHT antara lain:
(a)    Pencegahan serangan didasarkan pada 2 (dua) prinsip:
      Pertama, menekan populasi penggerek batang padi secara menyeluruh di areal pertanaman yaitu dengan cara memindahkan jerami dan sisa pembajakan atau tunggul-tunggul tanaman. Cara ini akan membunuh larva dan pupa dipertanaman pada ngengat dewasa yang akan muncul di musim tanam berikutnya.
      Kedua, melindungi dan melestarikan musuh alami dengan mengurangi penggunaan pestisida sintetik secara bijaksana.
(b)   Cara bercocok tanam yang baik seperti aplikasi pemupukan yang tepat, penanaman varietas yang memiliki banyak anakan.
(c)    Penggunaan insektisida dilakukan secara bijaksana sesuai dengan prinsip 6 tepat yaitu: tepat jenis, tepat mutu, tepat sasaran (komoditi, OPT), tepat dosis/konsentrasi, tepat waktu, tepat alat, dan cara aplikasi.

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali

Kamis, 09 Agustus 2012


Optimasi Sistem Usahatani Campuran Pada Anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem

I GEDE JANUARTHA     I WAYAN BUDIASA     M. TH HANDAYANI
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

ABSTRACT

            The development of agriculture in this time strived to realize agriculture vision 2025 which aims to sustainable agriculture and can guarantee food resilience and also prosperity of farmer. One of the way to reached the vision is by optimization the integrated farming system that conducted by all farmer, including in Bali, especially in Karangasem Regency. Accordingly, a research is needed on farmer group member of Catur Amerta Sari in Sebudi Village, Selat District, Karangasem Regency.
            This research aims to know the actual earnings, the optimal model, and maximum earnings of integrated farming system which obtained with analysis of optimization toward 28 farmer group member of Catur Amerta Sari. Integrated farming system that conducted by responder is chili, tomato, gumitir flower, cabbage, and cattle rearing. Data type that used is data qualitative and quantitative, while data collected used field study and bibliography study method. Data processed with Gross Margin analysis and Linear Programming.
            Result of Gross Margin analysis indicate that highest earnings obtained by tomato in Cropping Season 1, the lowest earning obtained by cabbage Cropping Season of MT 2, while the actual gross margin is Rp 34,346,985.12. Based on result of optimization using the program of BLPX88, maximum earnings that can be obtained is equal to Rp 35,166,200.00 with the average 0.444 ha of the land cultivated per years by planting chili in Cropping Season 1, Cropping Season 2, Cropping Season 3; tomato in Cropping Season 1, Cropping Season 2, Cropping Season 3, gumitir flower in Cropping Season 1, Cropping Season 2, Cropping Season 3, cabbage in Cropping Season 2, and cattle rearing yearly.
            Respondents suggested that to apply optimal integrated farming system as according to result of analysis of optimization so that the farmers get maximum results. Besides, the respondents suggested not to rent labors because the labors in family still available.

Key words:      optimalization, diversified farm enterprise system, gross margin,               linear programming.

INTISARI

            Pembangunan pertanian saat ini diupayakan untuk mewujudkan visi pertanian 2025 yang intinya bertujuan untuk pertanian berkelanjutan dan mampu menjamin ketahanan pangan serta kesejahteraan petani. Salah satu cara mencapai visi tersebut adalah dengan mengoptimalkan sistem usahatani campuran yang dilakukan oleh para petani, termasuk para petani di Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem. Upaya optimasi pada lahan pertanian yang menerapkan sistem usahatani campuran tersebut mendorong dilakukannya penelitian di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan aktual usahatani, model optimal usahatani, serta pendapatan maksimum yang diperoleh dengan analisis optimasi pada 28 anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari. Usahatani yang dilakukan oleh responden yaitu usahatani cabai, tomat, bunga gumitir, kubis, dan usaha penggemukan sapi. Jenis data yang digunakan berupa data kualitatif dan kuantitatif, sedangkan pengumpulan data menggunakan metode studi lapangan dan studi kepustakaan. Data diolah dengan analisis Gross Margin dan Linear Programming.
            Hasil analisis Gross Margin menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi diperoleh oleh usahatani tomat MT 1, yang terendah diperoleh oleh usahatani kubis MT 2 sedangkan gross margin aktual yang diperoleh sebesar Rp 34.346.985,12. Berdasarkan hasil optimasi dengan bantuan program BLPX88, pendapatan maksimum yang diperoleh adalah sebesar Rp 35.166.200,00 pada rata-rata luas garapan 0,444 ha dengan menanam usahatani cabai MT 1, cabai MT 2, cabai MT 3, tomat MT 1, tomat MT 2, tomat MT 3, bunga gumitir MT 1, bunga gumitir MT 2, bunga gumitir MT 3, kubis MT 2, dan usaha penggemukan sapi.
            Responden disarankan agar menerapkan usahatani optimal sesuai dengan hasil analisis optimasi sehingga mendapatkan hasil yang maksimum. Selain itu, disarankan untuk tidak menyewa tenaga kerja sebab tenaga kerja dalam keluarga masih tersedia banyak.

Kata kunci:      optimalisasi, sistem usahatani campuran, gross margin, linear programming.

1.        PENDAHULUAN

       Pertanian merupakan salah satu mata pencaharian utama penduduk Indonesia selain sektor lain seperti industri, jasa, perdagangan, dan sebagainya. Sektor pertanian juga menyumbangkan devisa terhadap PDB Indonesia, walaupun jumlahnya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan sektor lain yang dominan seperti migas, perdagangan, dan pariwisata. Laju pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun 2007 sampai 2009 paling besar dipengaruhi oleh sektor Migas dan Komunikasi.  Pada tahun 2007, Migas dan Komunikasi masing-masing memberi 10,3 persen dan 14 persen, sedangkan sektor pertanian hanya menyumbang sebesar 3,47 persen.  Pertumbuhan sektor pertanian Indonesia sangat kecil pada tahun berikutnya terhadap PDB yakni sebesar 4,83 persen pada tahun 2008 dan 4,13 persen pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik.a,2010).
       Adapun kondisi pertanian Indonesia saat ini yaitu: (1) jumlah petani sekitar 45% dari tenaga kerja total, (2) rata-rata lahan yang digunakan 0,34 ha dengan tekanan laju alih fungsi lahan produktif 187.789 ha per tahun, (3) 50-60 % pendapatannya dialokasikan untuk konsumsi pangan, (4) 77% petani saat ini maksimum tamat SD dan (4) petani tergantung terhadap benih, teknologi, modal, perdagangan internasional dan kelemahan akses terhadap sumber daya (Sopandie dan Munandar dalam Budiasa, 2011). Melihat dari kondisi tersebut maka pemerintah Indonesia menetapkan sebuah visi pertanian 2025 yaitu ”Terwujudnya Sistem Pertanian Industrial Berkelanjutan yang Berdaya Saing dan Mampu Menjamin Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani”.
       Salah satu cara mencapai visi tersebut adalah dengan menerapkan sebuah metode sistem pertanian yang berkelanjutan dan mampu diterapkan oleh masyarakat. Di antara sekian sistem pertanian yang ada di Indonesia saat ini, salah satu sistem yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sistem usahatani campuran dimana sistem tersebut mengintegrasikan antara tanaman usahatani dengan hewan ternak petani.
       Kelompok tani di Bali yang masih aktif dalam menerapakan sistem usahatani campuran antara lain yaitu Kelompok Tani Catur Amerta Sari yang ada di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Kelompok tani ini mengusahakan lima jenis usahatani yaitu usahatani cabai, usahatani tomat, usahatani kubis, dan usahatani penggemukan sapi.
       Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapatan aktual usahatani responden dan untuk mengetahui model optimal cabang usahatani yang memberikan pendapatan maksimum dalam kelompok tani tersebut.

2.        METODOLOGI PENELITIAN

       Lokasi penelitian ini dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kelompok Tani Catur Amerta Sari yang ada di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem merupakan kelompok tani yang melakukan usahatani campuran. Penelitian ini mulai dilaksanakan dari 15 November 2011 sampai dengan 20 Desember 2011.
       Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Sedangkan sumber datanya adalah data primer yang diperoleh langsung dari responden dan data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus, dimana jumlahnya yaitu 28 orang dan merupakan anggota dari Kelompok Tani Catur Amerta Sari.
       Untuk analisis pendapatan aktual, digunakan metode analisis gross margin. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus:
GM = TR – VC
Keterangan:
GM                = Gross margin (Rp)
TR                 = Total Penerimaan (Rp)
VC                 = Biaya Variabel (Rp)
       Sedangkan untuk model optimal dan pendapatan maksimum dianalisis menggunakan metode Program Linier dengan bantuan program BLPX88. Adapun rumusnya yaitu:
Maksimumkan      Gross   Margin: Z = C1X1 + C2X2 + … + CnXn
dengan kendala:
a11X1 + a12X2 + … + a1nXn ≤ Luas Lahan
a21X1 + a22X2 + … + a2nXn ≤ maksimum lahan pada cabang usahatani
a31X1 + a32X2 + … + a3nXn ≤ Jumlah Tenaga kerja    
a41X1 + a42X2 + … + a4nXn ≤ maksimum Tenaga kerja yang disewa
a51X1 + a52X2 + … + a5nXn ≤ Jumlah persediaan Input
a61X1 + a62X2 + … + a6nXn ≤ Jumlah persediaan Output
a71X1 + a72X2 + … + a7nXn ≤ Modal Masuk
a81X1 + a82X2 + … + a8nXn ≤ Modal Keluar
X1, X2, …, Xn ≥ 0

Keterangan:
Z    = Pendapatan Maksimum Usahatani Campuran (Rp)
Cn  = Koefisien fungsi objektif atau koefisien harga
Xn  = Variabel keputusan pemrograman Linear atau cabang usaha tani
aij   = koefisien fungsi kendala atau input

       Model LP tersebut kemudian divalidasi dengan formula statistika (nilai alfa (α) 5%) untuk menilai kesesuaian hasil optimum model dengan kondisi sebenarnya. Adapun rumus untuk menghitung validasi ini adalah:
IC=
Keterangan:
IC                  = nilai rentang validasi.
                 = nilai Rata-rata penelitian
  = nilai t tabel dengan α/2 dan df= n-1
s                     = standar deviasi peneltian
n                    = jumlah sampel penelitian


3.        HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.  Pendapatan Aktual Usahatani
       Pendapatan aktual usahatani merupakan akumulasi dari seluruh aktivitas selama setahun. Pendapatan ini merupakan hasil perhitungan rata-rata seluruh anggota Kelompok Tani Catur Amerta Sari. Perhitungan pendapatan ini menggunakan metode gross margin. Hasil dari masing-masing usahatani dapat dilihat pada Tabel 1.



Tabel 1. Rata-rata Gross Margin Masing-Masing Usahatani Campuran.
No
Jenis Usahatani
Rata-rata
Luas Garapan (ha)
Penerimaan Usahatani (Rp)
Variabel Usahatani (Rp)
 Gross Margin Usahatani (Rp)
1
Cabai MT 1
0,132
5.642.100,00
2.197.196,43
3.444.903,57
2
Tomat MT 1
0,082
5.759.375,00
1.506.125,00
4.253.250,00
3
Bunga Gumitir MT 1
0,165
4.205.428,57
1.645.360,71
2.560.067,86
4
Cabai MT 2
0,107
4.673.350,00
1.818.732,14
2.854.617,86
5
Kubis MT 2
0,092
3.762.187,50
1.352.760,71
2.409.426,79
6
Tomat MT 2
0,068
4.676.785,71
1.250.910,71
3.425.875,00
7
Bunga Gumitir MT 2
0,161
4.362.571,43
1.726.717,86
2.635.853,57
8
Cabai MT 3
0,129
5.501.439,29
2.132.653,57
3.368.785,71
9
Tomat MT 3
0,073
5.300.000,00
1.386.232,14
3.913.767,86
10
Bunga Gumitir MT 3
0,161
4.436.857,14
1.722.789,29
2.714.067,86
11
Penggemukan Sapi (ekor)
1
12.111.011,90
9.344.642,86
2.766.369,05
Jumlah
1,171
60.431.106,55
26.084.121,43
34.346.985,12

            Berdasarkan hasil analisis Gross Margin, usahatani Kelompok Tani Catur Amerta Sari ini memperoleh pendapatan terbesar untuk Tomat MT 1 dengan rata-rata gross margin sebesar Rp 4.253.250,00; rata-rata penerimaan sebesar Rp 5.759.375,00; dan rata-rata biaya sebesar Rp 1.506.125,00.  Pendapatan terendah usahatani terletak pada usahatani Kubis yaitu sebesar Rp 2.409.426,79 dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp 3.762.187,50 dan rata-rata biaya sebesar Rp 1.352.760,71.
            Untuk komoditi cabai, gross margin terbesar terletak pada usahatani cabai MT 1 dan yang terkecil pada cabai MT 2. Pada cabai MT 2, gross margin yang didapat lebih kecil dibanding musim lainnya dikarenakan luas lahan garapan yang diusahakan lebih sempit dibanding lainnya. Begitu pula untuk komoditi tomat dimana tomat MT 1 lebih banyak memperoleh gross margin dibanding tomat MT 2 dan 3 karena faktor lahan tomat MT 1 lebih luas dibanding yang lain.
            Komoditi kubis memperoleh pendapatan terendah dan hanya ditanam pada MT 2. Penanaman ini hanya pada MT 2 karena saat itu musim kemarau sehingga kubis yang ditanam lebih sedikit yang membusuk dibanding bila ditanam di musim lainnya. Sedangkan bunga gumitir berbanding terbalik dengan hasil komoditi lain. Pada komoditi bunga gumitir, walaupun lahan yang diusahakan pada MT 2 dan 3 lebih kecil daripada MT 1, akan tetapi hasil gross margin yang didapat lebih besar dibanding MT 1. Hal ini dikarenakan produksi yang didapat lebih besar  atau harga komoditi yang meningkat pada MT 2 dan MT 3 daripada MT 1.
            Usahatani penggemukan sapi selama ± 1 tahun memperoleh rata-rata gross margin sebesar Rp 2.766.369,05 dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp 12.111.011,90 dan rata-rata biaya sebesar Rp 9.344.642,86. Penerimaan yang didapat terlihat cukup tinggi dikarenakan hasil penjualan sapi yang dipelihara dari tahun sebelumnya tetapi dijual tahun 2011 juga dihitung. Begitu pula dengan biaya yang dikeluarkan juga dihitung untuk sapi tahun sebelumnya tetapi dijual pada tahun 2011.

3.2.       Pendapatan Maksimum dengan Model Optimal Usahatani
            Untuk mendapatkan pendapatan maksimum ini, digunakan analisis program linier dengan bantuan program BLPX88. Jumlah kendala dalam kelompok tani ini yaitu 92 kendala dengan jumlah aktivitas selama setahun yaitu 79 aktivitas. Berdasarkan hasil analisis optimasi Linear Programming, didapat empat hasil utama yaitu Primal Problem Solution, Dual Problem Solution, Objective Row Ranges, dan Right Hand Side Range.
            Primal Problem Solution menunjukkan bahwa semua aktivitas usahatani berstatus basis (menguntungkan), kecuali aktivitas menyewa tenaga kerja. Sewa tenaga kerja tidak disarankan karena ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga masih banyak. Transfer kas dari MT-1 ke MT-2, dari MT-2 ke MT-3, dan MT-3 ke Z semua berstatus basis. Artinya, hasil aktivitas berupa gross margin pada MT-1 ditransfer untuk membiayai aktivitas MT-2, dan hasil aktivitas pada MT-2 ditransfer ke MT-3, dan akhirnya hasil aktivitas pada MT-3 ditransfer ke fungsi tujuan sebagai akumulasi gross margin dari berbagai aktivitas selama setahun. Dari hasil ini, dapat dianggap bahwa para petani mampu dalam membiayai usahatani mereka tanpa harus meminjam modal untuk usahatani dengan pola tanam dan jenis komoditi tersebut.
            Berdasarkan Dual Problem Solution, semua kendala lahan, baik lahan secara keseluruhan maupun kendala lahan per jenis usahatani habis terpakai (binding), kecuali kendala lahan bunga gumitir MT 1. Lahan bunga gumitir pada  MT-1 berstatus nonbinding. Hal ini dikarenakan nilai penggunaan lahannya sebesar 0,137 ha padahal lahan yang tersedia sebesar 0,165 ha sehingga menyisakan lahan sebesar 0,028 ha. Artinya, kemungkinan beberapa sumberdaya (tenaga kerja dan modal) pada usaha bunga gumitir MT 1 dapat dialihkan untuk usahatani lain yang lebih kompetitif. Kendala Tenaga kerja juga berstatus non basis yang artinya tidak diperlukan aktivitas menyewa karena stok TKDK (51 HOK) masih tersedia.
            Pada Objective Row Range, semua jenis usahatani menunjukkan status basis (menguntungkan). Selama penerimaan tidak kurang dari batas minimumnya, maka peneyelesaian optimal tidak akan berubah. Khusus untuk produksi bunga gumitir MT1, dengan keterbatasan lahan sebesar 0,137 ha, dengan penerimaan tidak kurang dari -Rp 10.575.000,00 dan tidak lebih dari Rp 2.217.000,00 maka penyelesaian optimal tidak akan berubah.
            Pada Right Hand Side Ranges untuk lahan berstatus binding (habis terpakai) dengan tingkat minimum 0,307 ha dan tingkat maksimum 0,472 ha. Hal ini berarti sepanjang lahan berada di antara 0,307 ha sampai dengan 0,472 ha, maka kondisi optimal tidak akan berubah.

            Dari hasil analisis tersebut, hasil maksimum yang didapat oleh responden adalah sebesar Rp 35.166.200,00 dengan menjalankan usahatani cabai MT 1, cabai MT 2, cabai MT 3, tomat MT 1, tomat MT 2, tomat MT 3, bunga gumitir MT 1, bunga gumitir MT 2, bunga gumitir MT 3, kubis MT 2, dan usaha penggemukan sapi. Hasil ini berbeda dengan gross margin real yang ada yaitu sebesar Rp 34.346.985,12.

4.        KESIMPULAN dan SARAN

            Dari hasil analisis sistem usahatani seluas 0,444 ha pada Kelompok Tani Catur Amerta Sari, diperoleh pendapatan aktual usahatani sebesar Rp 34.346.985,12 per tahun sedangkan menurut hasil pemrograman linier menggunakan BLPX88 didapat pendapatan maksimum sebesar Rp 35.166.200,00. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa usahatani yang dilakukan sudah optimal dengan menjalankan usahatani cabai MT 1, cabai MT 2, cabai MT 3, tomat MT 1, tomat MT 2, tomat MT 3, bunga gumitir MT 1, bunga gumitir MT 2, bunga gumitir MT 3, kubis MT 2, dan usaha penggemukan sapi.
            Saran yang dapat diberikan kepada responden adalah responden disarankan agar menerapkan usahatani optimal sesuai dengan hasil analisis optimasi sehingga mendapatkan hasil yang maksimum. Selain itu, disarankan untuk tidak menyewa tenaga kerja sebab tenaga kerja dalam keluarga masih tersedia banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Profil Pembangunan Desa Sebudi. Karangasem.
Antara, I Made. 2010. Bahan Ajar Metodologi Penelitian Sosek. Prodi Agribisnis UNUD: Denpasar.
Badan Pusat Statistik.a. 2010. Data Strategis BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
­                                   .b. 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta. Badan Pusat
Statistik.
Budiasa, I Wayan. 2011. Materi Usulan Penelitian Strategis Nasional. “Pengembangan dan Optimasi Teknologi Produksi Pangan Sistem Usahatani Terintegrasi (SIMANTRI) untuk Pertanian Berkelanjutan: Pendekatan Linear Programming. UNUD: Denpasar.
Budiasa, I. W., I. G. A. A. Ambarawati, dan I. A. P. Dewi. Optimasi Sistem Usahatani Terintegrasi: Analisis Pemrograman Linier. SOCA Agribisnis Edisi Juli 2011. Universitas Udayana. Denpasar.
Dewi, I.A. Puspita. 2010. Optimasi Sistem Usahatani Campuran pada Kelompok Ternak Purna Gopala Desa Tegal Tugu, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Skripsi tidak dipublikasikan. Prodi Agribisnis. FP UNUD. Denpasar.
Dillon, H.S. 1999. Pertanian Membangun Bangsa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2011. Membangun Desa secara Berkelanjutan dengan SIMANTRI (Sistem Pertanian Terintergrasi). Denpasar.
Direktorat Pengelolaan Lahan Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Teknis Optimasi Lahan. Jakarta.
Heady, Earl O. dan Wilfred Candler. 1964. Linear Programming Methods. USA: The Iowa State University Press.
Ilham, Muhammad. 2008. Analisis Efisiensi Usahatani Lada di Desa Mataiwoi Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan. Selami IPS Edisi Nomor 23 Volume I Tahun XIII April 2008.
Nainggolan, Kaman. 2005. Pertanian Indonesia Kini dan Esok. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Salikin, Karwan A. 2011. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Cetakan keenam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Soetrisno, Loekman. 2006. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Cetakan kelima. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suamba, Ketut. 2006. Bahan Ajar Manajemen Produksi dan Operasi Agribisnis. Denpasar: Program Magister Agribisnis Unud.
Van den Ban, A. W. Dan H.S. Hawkin. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
West, Richard dan Lyan H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi. Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.